Kamis, 28 April 2022

 Aksi Nyata Modul 3.3 Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Peningkatan Budaya Literasi dengan memaksimalkan penggunaan ruang pojok baca di Kelas dengan nama “Pro Bu Lisa Cantik”

 

Oleh Nanik Triwidayati, S.Pd.SD

Calon Guru Penggerak Angkatan 3 Kabupaten Jember

 

A.           Peristiwa (Fact)

Latar Belakang

Membaca merupakan hal yang penting untuk dibudayakan. Terlebih di era informasi seperti sekarang ini aktivitas membaca merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap orang. Membaca berperan penting dalam proses pembelajaran di sekolah karena pengetahuan diperoleh melalui membaca. Melalui membaca kemampuan seseorang dapat ditingkatkan terutama dalam hal memahami berbagai konsep. Rendahnya minat baca Siswa SDN Kebonsari 04 merupakan permasalahan yang harus diatasi. Adapun langkah - langkah yang harus ditempuh untuk mengatasi permasalahan rendahnya minat baca ini adalah dengan megoptimalkan gerakan literasi pada siswa di Sekolah . Upaya yang dapat dilakukan antara lain menyiapkan pojok baca bersama siswa mulai dari perancangan , pembagian tugas, dan menyiapkan buku, membuat kesepakatan bersama, dan jadwal piket. Monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara konsisten. Hasil Refleksi digunakan untuk memprbaiki kegiatan literasi dan penggunaan pojok baca bersama siswa. Budaya positif literasi sangat penting untuk ditingkatkan dan dijaga keajegannya karena memiliki dampak yang luar biasa terhadap perwujudan jiwa pembelajar sepanjang hayat, cara berpikir kritis dan tentunya kepemimpinan murid. Kemampuan murid tersebut sebagai student agency untuk mengarahkan pembelajaran bermakna, membuat pilihan-pilihan (choice), menyuarakan opini (voice), mengajukan pertanyaan mengungkap rasa ingin tahu, peduli dan mau berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar (rasa kepemilikan), mampu mengkomunikasikan hasil beajar terhadap orang lain, dan melakukan tindakan aksi nyata sebagai hasil proses belajar dan menghasilkan sebuah karya yang merupakan karya milik murid sendiri

 

Tujuan Program 

adapun tujuan dari penerapan program ini adalah 

a.    Membangun Kesadaran Siswa akan oentingnya membaca untuk mendorong pembelajaran yang efektif

b.    Menumbuhkan kemampuan berpikir ktitis siswa

c.    Menumbuhkan Jiwa Kepemimpinan pada Siswa

d.    Menjadikan kegiatan Literasi sebagai budaya positif di Kelas dan Sekolah

e.    Melatih Kemandirian siswa dalam memecahkan masalah

f.     Menumbuhkan budi pekerti dan kepribadian yang baik pada siswa

 

Komponen profil pancasila yang dikembangkan antara lain:

a.     Mampu berpikir ktitis dalam menghadapai berbagai situasi

b.    Mampu bekerja sama dan hidup bergotong royong

c.     Memiliki jiwa pembelajar sepanjang hayat

d.    Memiliki sikap mandiri

e.     Berwawasan Global karena tertanam budaya membaca dan terlatih kemampuan literasi

f.     Menjadi Literat yang berakhlak mulia

 

B. Perasaan (Feeling)

Awalnya saya merasa khawatir apakah program dapat berjalan dengan lancar, karena sebenarnya sekolah sudah meiliki perpustakaan yang ideal namun berdasarkan hasil observasi sebagian besar siswa masih enggan datang ke perpustakaan karena rendahya motivasi membaca. Namun saya sangat antusias, karena saya berkeinginan kuat melakukan progam literasi karena rendahnya minat baca siswa. Setelah Program Budaya Literasi di Pojok Baca dan Praktik di SDN Kebonsari 04 berjalan, Perasaan saya sangat lega.Kepala Sekolah dan rekan sejawat sangat mendukung program ini. Saya merasa senang dan bangga karena program dapat berjalan dengan lancar dan berdampak pada siswa antara lain meningkatknya minat membaca, rajin datang ke perpustakaan, dapat memanfaatkan waktu ketika jam pelajaran kosong, mampu mempresentasikan buku yang telah dibaca kepada orang lain dengan penuh percaya diri, menemukan pesan moral dan menyampaikan kepada orang lain dengan memajang hasil karya pada Papan Mading Sekolah. Hal ini tentu menumbuhkan karakter dan jiwa kepemimpinan pada siswa.

 

C. Pembelajaran (Finding) yang diperoleh

 Feeling (perasaan) : perasaan selama melaksanakan kegiatan saya sangat senang, antusias, dan semangat karena program sangat mendukung program program sekolah yang lain.

Fact (Fakta): Pembelajaran yang saya dapatkan dari Program literasi memanfaatkan Pojok Baca dan Praktik adalah saya dapat menerapkan kepemimpinan murid melalui budaya positif literasi. Praktik yang dimaksud adalah menuangkan hasil kegiatan literasi dalam karya; gambar, poster, puisi, pantun, cerita dll. Ternyata murid sangat menyukai kegiatan literasi utamanya membaca buku cerita rakyat, ensiklopedia, Fabel, sejarah ilmuwan, petunjuk membuat sesuatu.

 

Finding (Temuan): Masih ada beberapa siswa tidak aktif mencari bahan bacaan, dan kesulitan menuangkan hasil pemikiran dalam bentuk karya.

 

Future (masa depan): Hasil monitoring dan evaluasi program akan digunakan sebagai perbaikan program ke depan baik keberhasilan maupun kendala yang ada sehingga program menjadi lebih baik dan mampu mendukung gerakan literasi sekolah karena kemampuan berliterasi ini memiliki dampak yang luar biasa terhadap perwujudan jiwa pembelajar sepanjang hayat, cara berpikir kritis dan tentunya kepemimpinan murid. Kemampuan murid tersebut sebagai student agency untuk mengarahkan pembelajaran bermakna, membuat pilihan-pilihan (choice), menyuarakan opini (voice), mengajukan pertanyaan mengungkap rasa ingin tahu, peduli dan mau berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mampu mengkomunikasikan hasil beajar terhadap orang lain, dan melakukan tindakan aksi nyata sebagai hasil proses belajar dan menghasilkan sebuah karya yang merupakan karya milik murid sendiri

 

D. Rencana Perbaikan (Future) untuk Pelaksanaan di Masa Depan

Rencana perbaikan ke depannya adalah melakukan monitoring dan evaluasi secara ajeg dan melakukan pembinaan kepada siswa yang masih memiliki tingkat literasi rendah, serta meningkatkan komunikasi dengan orang tua agar memberikan motivasi terhadap siswa ketika di rumah seperti menemani membaca buku sepulang bekerja,. Sekolah juga menyelenggarakan lomba literasi antar kelas dan memberikan apresiasi kepada siswa yang sudah memiliki kemampuan literasi dan karya berkategori baik. Mendatangkan narasumber dengan memanfaatkan aset yang ada misalnya alumni, tokoh masyarakat, bekerjasama dengan Perpusda dengan mendatangkan perpustakaan keliling, menambah bahan bacaan bekerja sama dengan orang tua, komite dan para alumni.

 

Selasa, 22 Februari 2022

Hubungan Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara Dalam Pengambilan Keputusan Pemimpin Pembelajaran

Oleh. Nanik Triwidayati

  1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Ø  Pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pandangan bahwa Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus tetap dapat menempatkan diri ketika menghadapi situasi yang dilematis karena seorang Guru akan selalu dipandang sebagai tauladan sehingga dalam situasi apapun harus menerapkan filosofi Ing ngarso Sun Tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani. Berusaha mengahadapi situasi dilematis dengan asih, asah dan asuh sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana.

  1. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Ø  Nilai-nilai yang tertanam dalam diri pemimpin pembalajaran harus diterapkan dalam setiap pengambilan keputusan dengan dijiwai nilai kebajikan universal yang telah disepakati dan disetujui bersama

  1. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Ø  Kegiatan coaching sangat bermanfaat dalam menganalisis fakta-fakta yang terjadi dalam situasi apakah situasi tersebut masuk dalam dilema etika atau bujuk moral. Melalui pertanyaan reflektif dapat membantu mengarahkan untuk menemukan solusi atau pengambilan keputusan yang terbaik. Selanjutnya pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan

  1. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Ø  Kemampuan Guru dalam mengenali dan menyadari saspek social emosional akan mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil. Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran harus dapat menerapkan kesadaran penuh (mindfulness) terhadap beberapa pilihan dan konsekuensi yang ada sehingga keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu dalam proses pengambilan keputusan itu sangat diperlukan kompetensi kesadaran diri (Self Awarness), penelolaan diri (Self management), kesadaran social (social awareness) dan keterampilan hubungan social (relationship skills)

  1. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Ø  Nilai-nilai atau prinsip yang dianut oleh seorang pendidik akan mendasari pemikirannya terhadap pengambilan keputusan dalam situasi yang mengandung dilema etika. Sehingga saat melakukan pembahasan yang terkait dengan kasus yang focus pada masalah moral atau etika akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut. Oleh karena itu dengan kesadaran penuh seorang pemimpin pembelajaran harus tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebajikan universal, rasa tanggung jawab dan harus berpihak pada murid agar keputusan yang diambil tidak menimbulkan resiko yang besar

  1. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Ø  Keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid merupakan keputusan yang akan mendukung terwujudanya tujuan visi dan misi Guru sebagai pemimpin pembelajaran. Keputusan seperti itu merupakan keputusan yang tepat. Karena keputusan yang diambil dapat mengakomodasi kebutuhan siswa dan akan menumbuhkan karakter yang baik sehingga tercipta wellbeing di sekolah sehingga lingkungan belajar menjadi aman, nyaman dan kondusif.

  1. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Ø  Pengambilan keputusan seringkali dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut serta cara pandang atau paradigma masing-masing pihak dalam memahami situasi. Perbedaan cara pandang ini sering kali menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dan keyakinan pada nilai-nilai universal sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih mudah dan bisa mengakomodasi semua pihak yang terkait. Nilai-nilai warisan leluhur seperti kegiatan musyawarah untuk mufakat dapat diterapkan dalam menyatukan pendapat untuk pengambilan keputusan.

  1. Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Ø  Guru sebagai pemimpin pembelajaran merupakan pihak yang paling dekat dengan murid. Guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar terhadap keberlangsungan proses pembelajaran yang dijalani oleh murid. Oleh karena itu dalam setiap pengambilan keputusan harus menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, agar kita tidak terjerumus pada bujuk moral yang dapat menimbulkan resiko yang merugikan diri murid. Dan dengan mempertimbangkan aspek hokum, social, kode etik pemimpin pembelajaran akan dapat mewujudkan “Merdeka Belajar” yaitu pembelajaran yang berpihak pada murid.

  1. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Ø  Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran sangat perlu mempertimbangkan dampak jangka pendek dan jangka panjang. Murid merupakan cerminan bagaimana proses pembelajaran di lingkungannya. Baik keluarga, sekolah, dan masyarakat memiliki peran dalam pembentukan karakter murid dan akan mempengaruhi masa depannya. Pengambilan keputusan yang salah dan tidak bertanggung jawab dapat mengantarkan murid pada jalan kehidupan yang salah. Sebaliknya jika keputusan yang diambil mempertimbangkan nilai-nilai universal dan selalu mengedepankan kepentingan murid maka akan mengantarkan murid menjadi pribadi yang memiliki karakter baik dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

  1. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Ø Modul-modul sebelumnya membangun paradigma baru dan memberikan pemahaman kepada guru bagaimana perannya dalam membersamai tumbuh kembang murid sesuai kodratnya. Menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada murid melalui perwujudan visi misinya sebagai guru penggerak. Serta, mengajarkan dan menerapkan nilai dan peran guru dalam perwujudan wellbeing di sekolah. Modul 3 ini semakin menguatkan guru dalam menerapkan aksi nyatanya dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, sehingga dapat bertindak lebih bijaksana dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan ketika mengadapi situasi yang dilematis atau sulit. Keputusan yang diambil didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga tidak merugikan siapapun dan tetap berpihak kepada murid baik dimasa kini maupung masa yang akan datang.

 

Minggu, 20 Februari 2022

 Dilema Etika

Oleh Nanik Triwidayati

Refleksi Terbimbing Modul 3.1 Dilema Etika Pengambilan Keputusan


Education is the art of making man ethical

“Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis”

(George William Friedrich Hegel-)

Artinya Pendidikan adalah sebuah proses yang membuat manusia memiliki akal budi yang baik melalui pembimbingan, pelatihan, dan pengajaran dalam kondisi belajar yang menyenangkan, menarik dan memberikan rasa aman kepada peserta didik sehingga dapat mengembangkan daya atau kemampuan yang dimiliki menjadi kreatif, inovatif, dalam mengekspresikan kemampuannya. 

Setiap orang pasti pernah dihadapkan pada situasi dilematis dalam pengambilan keputusan. Utamanya jika situasi yang dihadapi menyangkut kepentingan orang lain atau suatu kelompok. Ada perasaan ragu dan takut salah akan dampak yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan tersebut. Terkadang keputusan yang diambil hanya memikirkan kebaikan saat ini atau karena rasa kesetiaan dan loyalitas pada kelompok kita. Lalu bagaimanakah cara pengambilan keputusan yang benar sesuai prinsip dan etika yang baik? Apakah keputusan yang kita ambil masuk dalam dilema etika atau bujuk moral?

Dilema etika merupakan Situasi yang terjadi dimana seseorang harus memilih antara dua pilihan secara moral benar melawan benar meskipun hal tersebut bertentangan. Sedangkan bujukan moral adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah. Terdapat 4 paradigma pengambilan keputusan yang dapat kita terapkan antara lain;

  • Individu lawan masyarakat (Individual vs Community) (Individual vs Community)

Berdasarkan paradigma ini terjadi pertentangan antara individu melawan sebuah kelompok besar dimana individu merupakan bagian dari kelompok besar tersebut 

  • Rasa Keadilan lawan rasa kasihan (Justice vs Mercy)

Berdasarkan paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya karena rasa kasihan dan munculnya kemurahan hati.

  • Kebenaran lawan Kesetiaan (Truth vs Loyalty)

Antara kebenaran dengan melakukan kejujuran atau kesetiaan sering menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilematis. Apakah kita akan jujur menyampaikan kebenaran atau menjunjung kesetiaan pada kelompok tertentu atau komitmen yang telah disepakati bersama.

  • Jangka Pendek lawan Jangka panjang (Short term vs Long term)

Berdasarkan paradigma ini kita menjadi dilema antara memilih keputusan yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau masa yang akan datang, Berikut 3 Prinsip Pengambilan Keputusan yang dapat kita gunakan antara lain;

  • Berpikir berbasis hasil akhir (Ends-based-thinking)

  • Berpikir berbasis peraturan (Rule-based-thinking)

  • Berpikir berbasis rasa peduli (Care-based-thinking)

Adapun langlah-langkah yang da[at kila lakukan dalam pengambilan keputusan

  • Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi ini

  • Menentukan siapa saja yang terlibat

  • Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan

  • Pengujian benar atau salah (Uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji panutan/idola)

  • Pengujian paradigma benar lawan benar

  • Menerapkan prinsip resolusi

  • Investigasi opsi Trilemma

  • Buat keputusan

  • Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Terkadang dalam proses pengambilan keputusan muncul hal-hal diluar dugaan yang sering dilakukan saat mengambil keputusan, ternyata keputusan yang telah kita ambil hanya baik untuk situasi saat ini atau kebaikan jangka pendek yang sering dianggap terbaik saat itu tanpa memperhatikan prinsip dan langkah-langkah pengambilan keputusan.

Seperti pengalaman yang pernah saya alami yaitu ketika salah satu murid saya tidak sengaja menemukan HP di laci meja dan menyimpannya, dia takut berkata jujur karena kuatir dianggap mencuri. Sementara pihak yang kehilangan berharap agar HP ditemukan hingga akan melapor pada pihak kepolisian. Saya sebagai wali kelas harus berusaha menyelesaikan permasalahan dengan prinsip baik untuk semua, namun ternyata keputusan yang saya ambil hanya memikirkan kebaikan jangka pendek saja. 

Sebelum mempelajari materi dilema etika, saya sering mengambil keputusan berdasarkan rasa kasihan (Berpikir berbasis rasa peduli (Care-based-thinking) dan hanya memikirkan kebaikan jangka pendek. Dan, setelah mempelajari materi ini saya menjadi paham bagaimana langkah-langkah pengambilan keputusan yang benar dan bijak sehingga tidak menimbulkan dampak besar yang berkepanjangan. Saya menjadi lebih dewasa dalam memahami situasi dan tenang dalam pengambilan keputusan. 

Materi dilema etika Sangat penting, sebagai individu mempelajari materi ini membuat saya menjadi bijak dalam pengambilan keputusan, dan sebagai pemimpin pembelajaran saya dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik sehingga keharmonisan tetap terjaga. 

Saya akan melakukan perubahan terhadap komunitas dengan mengimbaskan pada rekan sejawat serta peserta didik melalui praktik baik di sekolah dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah-langkah dalam pengambilan keputusan dan konsep yang tidak kalah penting menurut saya dalam proses pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yaitu menerapkan resolusi dalam pemecahan masalah melalui praktik coaching dalam melakukan pendekatan. 

Saya menjadi ingat terhadap nilai-nilai kebajikan yang ditanamkan oleh orangtua atau kakk nenek buyut yang menjadi karakter yang saya gunakan saat menghadapi situasi pengambilan keputusan yang sulit yaitu tetap “andap asor” mengutamakan akal (pikiran) daripada okol (otot/tenaga) dalam menghadapi suatu masalah. Artinya ketika menghadapi masalah kita harus bersikap tenang, sabar dan jeli dalam dan tidak boleh mengedepankan otot/okol hingga terjadi perkelahian atau tindak kekerasan.



Minggu, 06 Februari 2022

Artikel

DISKUSI KECIL BERSAMA SISWA UNTUK KEYAKINAN KELAS 

Nanik Triwidayati


Transformasi pendidikan dasar, suka atau tidak suka, harus menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan di kelas. Seorang guru memang tetap menjadi penentu dalam proses belajar, tetapi para siswa adalah subjek yang harus juga diperhatikan dan diapresiasi keberadaannya. 

Hal sederhana yang bisa dilakukan guru untuk transformasi tersebut adalah mengajak mereka berdiskusi untuk menentukan keyakinan kelas. Bukan zamannya lagi guru memaksakan kehendak ketika membuat aturan kelas atau langsung main tempel aturan di dinding kelas. 

Sebagai subjek, para siswa juga harus mendapatkan porsi mereka untuk terlibat aktif dalam eksplorasi dan penetapan keyakinan kelas. Metode diskusi bisa memberikan kesempatan kepada mereka untuk berani mengajukan gagasan terbaik terkait keyakinan kelas. Guru menjadi pengarah yang baik dengan mencatat dan melemparkan kembali gagasan yang berkembang. Dampaknya, keyakinan kelas yang ditetapkan merupakan keputusan bersama yang mengikat dan harus dipatuhi secara konsekuen karena itu merupakan produk bersama.

Para siswa juga tidak merasa terbebani untuk menjalakan keyakinan kelas, dari urusan kebersihan  kelas, penggunaan peralatan hingga sikap empati. Mengapa demikian? Karena mereka ikut mendiskusikan dan menetapkan keyakinan kelas tersebut. Tentu mereka akan merasa malu dan tidak enak kepada siswa lain dan guru ketika tidak menjalankan keyakinan kelas dengan baik. 

Dengan model seperti itu, keyakinan kelas tidak akan menjadi momok menakutkan bagi siswa. Harapannya, para siswa akan bisa menikmati proses belajar untuk mengembangkan kecerdasan dan kemampuan mereka.

Selain itu, metode diskusi akan melatih para siswa untuk berani mengungkapkan ide terkait permasalahan bersama yang harus diputuskan solusinya. Kebiasaan dan pembiasaan tersebut bisa menjadi tradisi yang konstruktif dan produktif bagi mereka. Kalau sejak kecil mereka berani menyampaikan gagasan kepada publik, tentu di jenjang pendidikan berikutnya para siswa tidak akan kesulitan mengembangkan potensi mereka. 

Pembiasaan untuk mematuhi keyakinan kelas sebagai hasil diskusi akan menjadikan para siswa belajar untuk berkomitmen dan konsekuen serta mematuhi aturan yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. 

Dengan kata lain, dari diskusi kecil untuk menetapkan keyakinan kelas kita bisa ikut menyiapkan kesiapan generasi penerus bangsa ini dalam hal kedisplinan dan kreativitas.

Jumat, 19 Oktober 2018

perangkat pembelajaran

Laporan Aksi Nyata Penerapan Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Nanik Triwidayati



Perasaan Selama Melakukan Perubahan Di Kelas


             Setelah mempelajari sesi materi Modul 1.1.a.10 tentang Filosofi Ki Hajar Dewantara, Saya merasa menjadi “Guru di kelas yang hidup”. Sebelumnya mungkin saja saya mengajar hanya sebatas menggugurkan kewajiban sebagai Guru. Guru memiliki kuasa penuh dalam mentransfer ilmu dan siswa harus bisa menerima apapun cara yang guru terapkan di kelas. Karena saya beranggapan, siswa adalah tanah liat yang keindahan dan fungsinya merupakan hasil dari olah pikir dan tangan guru semata agar menjadi gerabah yang cantik. Banyak artikel yang sudah saya baca terkait pembelajaran yang berpusat pada siswa, namun tulisan-tulisan dalam artikel tersebut seperti menguap begitu saja. Setelah saya mempelajari Filosofi Ki Hajar Dewantara, mata hati saya terbuka, “saya adalah pelayan”. Dimulai dari diri sendiri untuk merubah pola pikir, bahwa anak ibarat bibit yang harus disemai agar dapat tumbuh dengan baik sesuai kodrat alam dan kodrat zaman. Tugas guru adalah membersamai, among, momong dan ngemong. Saya lebih sabar, open dan telaten melayani siswa. Dengan mengajarkan membuat kesepakatan kelas, menghargai siswa layaknya seorang mitra belajar, memberikan ruang untuk berpendapat, mengarahkan pemahaman dan menemukan cara belajar yang asyik bagi siswa sendiri agar mereka merasa merdeka belajar dalam ruang belajarnya. Saya mencoba menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Merdeka Belajar yakni berorientasi pada kesenangan peserta didik. Problem Based Learning menurut Riyanto (2009) merupakan model pembelajaran yang membantu siswa untuk aktif dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir  kritis untuk memecahkan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi dengan rasional dan autentik. Model PBL ini saya kemas berdasarkan minat siswa terhadap object yang akan di teliti yaitu bebas memilih bunga untuk mengetahui perkembangbiakan generatif pada tumbuhan. Siswa merasa senang, dan mereka bahagia bisa menyelesaikan tugas dengan baik dan sesuai dengan kesenangannya. Hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan. Kegiatan ini saya gunakan sebagai bahan refleksi saya ketika mengajar. Untuk menentukan rencana tindak lanjut.



Ide atau Gagasan yang Timbul Sepanjang Proses Perubahan



Dalam proses penerapan Model Pembelajaran Based Learning Merdeka Belajar pada pembelajaran IPA materi perkembangbiakan generatif pada tumbuhan ini saya terapkan ketika melihat siswa yang sudah mulai jenuh dengan sistem belajar jarak jauh. Setelah mempelajari Filosofi Ki Hajar Dewantara saya tergerak siswa harus belajar tidak hanya sekedar belajar, tetapi belajar yang bermakna. Saya memberi ruang pada siswa untuk mencoba dan berkolaborasi. Dan untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar siswa, saya meminta siswa untuk melakukan presentasi dan diskusi secara virtual melalui aplikasi Zoom meeting. Tidak hanya itu, saya membersamai siswa saat diskusi kelompok melalui video call. Saling bertanya jawab dan menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi hingga memberikan solusi. Sesuai kesepakatan bersama, hasil pekerjaan siswa akan dipresentasikan saat pembelajaran virtual. Masing kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya, sedang kelompok lain diberi kesempatan untuk melakukan umpan balik dengan mengajukan pertanyaan. Di awal diskusi memang kegiatan berjalan tidak sesuai rencana, masih ada siswa yang malu dan tidak percaya diri. Kelompok lain juga tidak ada yang mengajukan pertanyaan. Namun, dengan menuntun, memberikan arahan dan contoh-contoh serta motivasi akhirnya kegiatan mulai berjalan sesuai harapan. Presentasi siswa berjalan lancar, aktif dan interaktif. Karena siswa menggunakan HP dan kesulitan untuk melakukan share screen saya memfasilitasi siswa dengan membantu mengunggah tugas yang akan dipresentasikan. Tidak sedikitpun saya merasa terbebani, saya sadar akan peran seorang guru. 

Selain itu gagasan yang muncul setelah melihat perubahan antusiasme belajar siswa, saya ingin menerapkan metode ini pada pembelajaran yang lain seperti IPS, Bahasa Indonesia, Matematika dan mata pelajaran yang lain. Pada mata pelajaran IPS tema kepahlawanan, akan segera saya terapkan agar siswa lebih paham pada materi pelajaran. Namun, saya tidak akan berhenti pada metode pembelajaran PBL ini, saya akan menerapkan metode-metode yang lain sesuai karakteristik siswa dan materi ajar. Tentunya berdasarkan hasil refleksi Diri .

Pembelajaran & Pengalaman dalam Bentuk Catatan Praktik Baik



  1. Latar Belakang

Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara hasil pendidikan tidak hanya diukur dari pengetahuan (kognitif), tetapi juga dari sikap (afektif) dan keterampilannya (psikomotorik). Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dikenal istilah ngerti (kognitif), Ngerasa (afektif) dan Nglakoni (psikomotorik). Proses pembelajaran harus dijalankan dengan dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran dapat diterapkan melalui proses bermain yang hal ini dapat dilakukan dalam tiga instrumen yaitu dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan di sekolah. Oleh karena itu tiga instrumen harus saling bekerja sama dan berjalan selaras. Guru adalah instrumen yang memiliki pengaruh besar terhadap murid karena guru merupakan role model bagi murid. Oleh karena itu guru harus bisa menjadi contoh yang baik. Seorang guru harus bisa menjadi pamong mendidik dengan welas asih membersamai tumbuh kembang siswa sesuai kodrat alam dan kodrat zaman sehingga siswa dapat menjadi manusia yang selamat dan bahagia. 

Hal tersebut dapat dicapai melalui metode pembelajaran yang menekankan pada kemandirian yang mendorong siswa untuk mengembangkan disiplin diri melalui pengalaman, pemahaman dan upayanya sendiri. Dalam hal ini Guru membersamai agar prose belajar siswa tidak membahayakan siswa dan keselamatan orang lain. Oleh karena itu Guru memiliki tiga fungsi utama yaitu ing ngarsa sung tuladha (di depan menjadi tauladan), ing madya mangun karsa (di tengah memberi dorongan atau semangat), tut wuri handayani (di belakang mengamati kemajuan para murid). Pemahaman inilah yang melatarbelakangi saya menerapkan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran.


  1. Deskripsi Aksi Nyata

       Pemahaman terhadap pemikiran Ki Hajar Dewantara mendorong saya untuk berbuat lebih agar saya bisa menerapkan peran saya sebagai seorang Among. 

Memilih metode pembelajaran seperti Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran

merupakan upaya saya untuk dapat membersamai siswa sesuai kodratnya dalam suasana yang bahagia. Penerapan metode ini saya padukan dengan menggunakan aplikasi Zoom Meeting  atau Google Meet karena pembelajaran harus dilakukan secara virtual pada sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa Pandemi Covid 19 ini. 

Berikut langkah-langkah metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran IPA materi perkembangbiakan generatif pada tumbuhan yaitu: 

  1. Orientasi peserta didik pada masalah

Pada tahap ini guru menunjukkan pada siswa gambar bagian-bagian bunga sempurna. Siswa mengamati gambar dan diminta memberikan tanggapan kemudian memetakan permasalahan dalam bentuk pertanyaan bisa menggunakan metode 5W+1 H

  1. Mengorganisasi peserta didik dalam belajar

Siswa diberi tugas untuk menggali informasi dari buku siswa tema 1 Kelas 6 tentang “Perkembangbiakan Generatif pada Tumbuhan” secara berkelompok. 

  1. Membimbing penyelidikan secara mandiri maupun berkelompok

Siswa mencari bunga yang ada di sekitar lingkungan rumah dan mengamati bagian-bagiannya. Siswa membandingkan hasil observasinya dengan temannya. Kemudian diminta memberikan penjelasan bagian-bagian bunga. Guru membersamai siswa dengan melakukan video call menggunakan Whatsapp

  1. Mengembangkan dan menyajikan  hasil karya

Siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya dalam bentuk video dan juga menuliskannya dalam tabel.

  1. Menganalisa dan mengevaluasi hasil penyelidikan  melalui diskusi kelas.

Bersama Siswa, guru menganalisis  hasil penyelidikan melalui diskusi kelas secara virtual menggunakan aplikasi Zoom meeting. Setiap kelompok mempresentasikan hasil tugas, guru membantu melakukan share screen, dan antar kelompok memberikan umpan balik. Dilanjutkan dengan penyamaan persepsi. 


  1. Hasil dari Aksi Nyata

Selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, saat pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) siswa lebih antusias, semangat, aktif dan riang. Di akhir pembelajaran saya meminta siswa memberikan umpan balik terhadap kegiatan belajar yang sudah dilakukan. Siswa menyatakan bahwa belajar dengan model seperti  ini sangat menyenangkan. Siswa merasa tertantang untuk melakukan penyelidikan terhadap materi pelajaran yang lain. Saya melihat hasil belajar dan motivasi belajar siswa mengalami peningkatan. 


  1. Rencana Perbaikan untuk Pelaksanaan di masa Mendatang

Berdasarkan hasil refleksi yang saya lakukan, metode pembelajaran  Problem Based Learning (PBL) ini masih terdapat beberapa kelemahan, meskipun tidak begitu terlihat besar namun kelemahan ini harus segera saya perbaiki agar pembelajaran berikutnya dapat mencapai tujuan dengan maksimal. Kelemahan tersebut diantaranya; 1) masih ada beberapa siswa yang tidak memiliki kepercayaan diri untuk mempresentasikan hasil penyelidikan, 2) sebagian siswa terkendala pada buku materi yang membantu mereka untuk memahami masalah. Untuk dapat memperbaiki pembelajaran saya akan memberikan rewards pada siswa yang berani mempresentasikan pekerjaannya, saya juga akan menambah modul dari sumber belajar lain agar pemahaman siswa lebih baik.









L A M P I R A N


Diskusi Virtual Hasil Peta Pikiran Peristiwa Perjuangan Kemerdekaan RI Muatan Pembelajaran IPS